Silatnas FKPM Hasilkan Rekomendasi Penting

  • 5 Desember 2019
  • 805 views
Silatnas FKPM Hasilkan Rekomendasi Penting

PONOROGO – Forum Silaturahim Pesantren Muadalah (FKPM) mengadakan kegiatan Silaturahim Nasional di Pondok Modern Gontor Ponorogo, pada 1-2 Desember 2019.

Hadir pada Silatnas ini; Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI Dr. H. Ahmad Zayadi, M.Pd., Ketua Umum FKPM Prof. Dr. KH. Amal Fathullah Zarkasyi MA., beserta para Pengasuh dan Pimpinan Pesantren Muadalah seluruh Indonesia.

Pertemuan ini sebagai ajang silaturahim dan konsolidasi para pimpinan pesantren muadalah sekaligus untuk tasyakuran atas terbitnya Undang-Undang Nomor 18 tentang Pesantren yang telah disahkan oleh DPR RI pada 24 September 2019 yang lalu.

Ketua Umum FKPM Prof. Dr. KH. Amal Fathullah Zarkasyi, MA dalam pembukaan acara menyampaikan ungkapan terima kasih atas kehadiran pesantren-pesantren yang mewakili unsur pesantren salafiyah dan ashriyah (modern) pada acara Silatnas ini. “Alhamdulillah hadir pada pertemuan ini sekitar 180 pesantren baik yang sudah muadalah maupun yang akan mengajukan muadalah, dari salafiyah maupun ashriyah (modern), ungkap beliau.

Hal senada juga disampaikan oleh Sekjen FKPM yang juga Pengasuh Pondok Tremas KH. Lukman Hatis Dimyati bahwa muadalah adalah pemersatu pesantren, pesantren salafiyah dan ashriyah.

Direktur PD Pontren Dr. H. Ahmad Zayadi, M.Pd. dalam sambutannya menyampaikan bahwa dengan hadirnya UU Pesantren ini kita punya kesempatan untuk mengembalikan pesantren sebagaimana mestinya pesantren, karena keaslian pesantren tidak semata-mata mengembangkan fungsi pendidikan, tetapi juga ada fungsi yang lain yaitu fungsi dakwah dan pemberdayaan masyarakat.

Beliau juga menambahkan bahwa semangat UU ini adalah memberikan rekognisi terhadap apa yang sudah berkembang di pesantren dan juga memperkuat lembaga-lembaga yang ada di dalamnya.

Silatnas FKPM ini menghasilkan beberapa rekomendasi penting, diantaranya:

1. Mendorong kepada seluruh pesantren anggota Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM) untuk melakukan sosialisasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren;

2. Mendorong Kementerian Agama untuk mengadakan sosialisasi Undang-Undang Pesantren di kalangan Kantor Kemenag di tingkat kabupaten/kota dan provinsi;

3. Mendorong Kementerian Agama dan seluruh pesantren anggota FKPM untuk melakukan sosialisasi terkait dengan program muadalah kepada seluruh pihak, termasuk kepada perguruan tinggi, TNI, Polri, pemerintah setempat dan masyarakat;

4. Mendorong Kementerian Agama dan Kementerian terkait untuk segera membuat peraturan pelaksana (Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Agama) terkait dengan UU Pesantren;

5. Mendorong Kementerian Agama untuk segera menyusun borang akreditasi pesantren sesuai dengan kekhasan dan keunikan masing-masing pesantren;

6. Mendorong Kementerian Agama untuk mempermudah syarat pengajuan muadalah;

7. Mendorong Kementerian Agama untuk merevisi syarat minimal jumlah santri sebagai syarat pengajuan muadalah dari jumlah 300 santri menjadi 120 santri dan tidak membatasi masa pendirian pesantren.

Pada kesempatan yang lain, Wakil Sekjen FKPM, Dr. H. Agus Budiman, M.Pd. menyatakan bahwa FKPM (Forum Komunikasi Pesantren Muadalah) merupakan wadah silaturahim pesantren-pesantren yang menyelenggarakan Satuan Pendidikan Muadalah (SPM).

Pesantren Muadalah (Pendidikan Muadalah) adalah pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan pesantren dengan berbasis kitab kuning atau dirasah islamiah dengan pola pendidikan muallimin secara berjenjang dan terstruktur.

Pesantren Muadalah statusnya setara dengan pendidikan formal lainnya karena walaupun pondok pesantren tersebut tidak mengikuti kurikulum Kemdikbud (SD, SMP, SMA) atau kurikulum Kemenag (MI, MTs, MA) akan tetapi lulusan pondok pesantren tersebut dapat diterima (diakui) di perguruan tinggi di dalam dan luar negeri.

Pendidikan Muadalah yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal jenjang pendidikan dasar berbentuk satuan Pendidikan Muadalah ula dan/atau satuan Pendidikan Muadalah wustha.

Sedangkan Pendidikan Muadalah yang diselenggarakan pada jalur pendidikan formal jenjang pendidikan menengah berbentuk satuan Pendidikan Muadalah ulya.

Jenjang Pendidikan Muadalah dapat juga diselenggarakan dalam waktu 6 (enam) tahun atau lebih dengan menggabungkan penyelenggaraan satuan Pendidikan Muadalah wustha dan satuan Pendidikan Muadalah ulya secara berkesinambungan.

Dengan muadalah (disetarakan), di dalam negeri (Indonesia) santri lulusan pondok pesantren dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (kuliah di perguruan tinggi negeri/swasta) atau jika berhenti di tengah jalan (keluar) tetap dapat melanjutkan ke SMP/MTs atau SMA/MA.

Tidak hanya lulusan pesantren yang diakui oleh pemerintah, pendidik atau guru-guru dari pesantren muadalah pun mendapatkan hak yang sama seperti guru-guru dari sekolah formal lainnya. @izzatfahd

Ditulis oleh: admin

Konten Terkait